Prokontra.online-Sinjai Desa Kaloling, Kec. Sinjai Timur, Kab. Sinjai yang dikenal sebagai daerah dengan populasi ternak sapi yang cukup besar, kembali menjadi sorotan dalam upaya peningkatan ketahanan sektor peternakan dan pertanian. Jum’at tanggal 25 Juli 2025, beberapa Ketua Kelompok tani dan peternak berkumpul di Kantor Desa untuk mengikuti sosialisasi dan demonstrasi yang diadakan oleh Mahasiswa KKNT-114 Tematik Pemberdayaan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Kegiatan ini berfokus pada pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak, pengendalian hama dan penyakit tanaman padi, serta pembuatan pupuk organik bokashi sebagai solusi pertanian berkelanjutan.
Kepala Desa Kaloling, Bapak Bustan Aras membuka kegiatan dengan menegaskan pentingnya menjaga kesehatan ternak sebagai pilar utama kesejahteraan peternak. PMK merupakan ancaman serius yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar apabila tidak ditangani dengan baik.
Bripka Muh Shabir S.Sos, selaku Bhabinkamtibmas Desa Kaloling, turut memberikan sambutan. Ia menyampaikan apresiasi terhadap keterlibatan mahasiswa dalam mengedukasi masyarakat secara langsung dan berharap kolaborasi ini dapat membentuk masyarakat yang lebih tangguh dalam menghadapi krisis pangan dan penyakit ternak. Ia juga menekankan pentingnya keamanan lingkungan desa sebagai prasyarat keberhasilan program pemberdayaan masyarakat.
Bapak Amiruddin selaku Penyuluh Pertanian Desa Kaloling, menegaskan bahwa kegiatan seperti ini menjadi pelengkap penting dari upaya pendampingan pertanian yang selama ini telah dilakukan. Ia berharap sosialisasi ini bisa mendorong lahirnya kelompok-kelompok tani dan peternak yang lebih mandiri, khususnya dalam hal produksi pupuk organik dan penerapan PHT.
Sosialisasi PMK dipandu oleh Muhammad Anas, mahasiswa peternakan Universitas Hasanuddin, yang menjelaskan secara mendalam tentang sifat virus PMK, gejala yang perlu diwaspadai, serta langkah-langkah biosekuriti yang dapat dilakukan peternak. Mulai dari demam tinggi, lesi pada mulut dan kuku, hingga kehilangan nafsu makan dijelaskan dengan rinci. Ia menekankan pentingnya pencegahan melalui pembatasan akses ke kandang, disinfeksi rutin, isolasi hewan yang sakit, serta pelaporan dini.
Sementara itu, setelah sesi peternakan selesai, sosialisasi dilanjutkan dengan materi pertanian, khususnya pengendalian hama dan penyakit padi. Ahmad Raehan Rasyid, mahasiswa Agroteknologi yang juga berasal dari Universitas Hasanuddin, menyampaikan bahwa tingginya intensitas penggunaan pupuk kimia di sawah-sawah Kaloling turut memicu meningkatnya serangan hama dan penyakit. Kondisi ini menjadi tantangan serius karena tidak hanya menurunkan produktivitas padi, tetapi juga menimbulkan ketergantungan terhadap input kimia yang mahal dan tidak ramah lingkungan.
Dalam penjelasannya, Raehan mengidentifikasi sejumlah hama dan penyakit yang sering menyerang, seperti wereng batang coklat, penggerek batang, penyakit blast, serta hawar daun bakteri. Ia menyarankan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sebagai solusi yang lebih ramah lingkungan, disertai edukasi mengenai pestisida nabati dari bahan lokal seperti daun nimba dan cabai. Edukasi ini membuka wawasan baru bagi para petani bahwa ada alternatif selain pestisida kimia.
Menjawab tantangan kerusakan ekosistem akibat bahan kimia sintetis, Raehan memperkenalkan pembuatan pupuk organik bokashi sebagai solusi yang tepat, terutama di desa yang mayoritas masyarakatnya merupakan peternak sapi. Pupuk bokashi, yang berbahan dasar kotoran sapi, dedak, sekam padi, larutan gula merah, dan EM4, menjadi bentuk integrasi antara potensi lokal dan pertanian berkelanjutan. Selain mampu meningkatkan kesuburan tanah, pupuk ini juga mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia, yang selama ini berkontribusi terhadap ketidakseimbangan mikroorganisme tanah dan munculnya organisme pengganggu tanaman.
Raehan bersama Pak Amir, penyuluh pertanian setempat, mendampingi langsung proses pembuatan bokashi. Para petani diajak untuk terlibat dalam praktik pencampuran bahan hingga tahap fermentasi. Hasilnya, para peserta terlihat antusias karena prosesnya relatif mudah, bahannya tersedia di desa, dan hasilnya tidak berbau menyengat seperti pupuk kandang mentah.
Sosialisasi ini menjadi wadah pembelajaran kolaboratif yang menjawab permasalahan nyata masyarakat. Tidak hanya di sektor peternakan melalui pencegahan PMK, tetapi juga di sektor pertanian yang kini menghadapi tantangan degradasi lahan akibat pupuk kimia. Kehadiran pupuk bokashi menjadi titik temu antara kebutuhan petani dan potensi lokal, terutama karena kotoran sapi yang berlimpah di Kaloling kini dapat dimanfaatkan lebih optimal.
Rencana tindak lanjut pun telah disusun, mulai dari pembuatan pupuk organik skala kelompok tani, pendampingan rutin, hingga pengembangan pertanian organik berbasis komunitas.